Teknik HDR

Mengenal Teknik HDR

Inti dari teknik foto HDR (High Dynamic Range – Jangkauan Dinamik Tinggi) ini adalah penggabungan beberapa foto yang berbeda eksposur menjadi sebuah foto. Karena foto tersebut adalah gabungan dari beberapa foto yang berbeda eksposur, maka hasil foto HDR akan memiliki jangkauan dinamik (dynamic range) yang lebih lebar/tinggi dari foto biasa. Itulah sebabnya teknik foto ini disebut “High Dynamic Range” atau disingkat HDR.

Saya tak ingin memusingkan pembaca artikel ini, jadi saya tak ingin masuk lebih detail tentang teori HDR. Di internet banyak sekali informasi tentang HDR yang bisa menjadi referensi. Silahkan saja mencarinya dengan kata kunci “High Definition Range” pada google atau mesin pencari lain.

 Aplikasi Teknik HDR

Nilai Eksposur sendiri mewakili jumlah atau kualitas cahaya pada sebuah foto. Foto yang terlalu terang biasa diistilahkan dengan over exposure atau “over” saja, dan sebaliknya, foto yang gelap disebut under exposure atau “under” saja. Perbedaan eksposur untuk foto HDR cenderung diatur dengan pengaturan nilai aperture atau “f” pada kamera. Ada juga yang menggabungkannya dengan pengaturan shutter speed.

Menurut wikipedia; ide awal untuk menggabungkan foto dengan beda eksposur ini dilakukan oleh fotografer perancis, namanya Gustave Le Gray. Pada suatu hari, Si Gustave ini penasaran dengan hasil fotonya; sebuah foto suasana pantai dengan sebuah perahu yang berlayar. Dia penasaran, karena dia sudah mencoba beberapa kali foto, namun tetap tak bisa menghasilkan foto dengan detail langit dan pantai yang pas. Ya, kalau bukan langitnya over, berarti pantai dan lautnya under.

Sepertinya sulit mendapatkan foto yang pas dengan teknik standar. Beliau kemudian mencoba dengan menggabungkan 3 foto; sebuah foto standar, sebuah foto yang langitnya over exsposure dan sebuah foto dengan pantai yang under expsosure dan dicetak menjadi satu foto. Dia kaget dengan hasilnya! Ternyata foto tersebut mejadi foto dengan karakter sendiri, dengan pencahayaan pantai dan langit yang pas. Sejak itu, teknik foto HDR kemudian dikembangkan. Saat itu baru tahun 1950.

Teknik HDR terus berkembang sampai sekarang. Dengan digitalisasi kamera, teknik HDR pun semakin mudah dilakukan dan semakin digandrungi.

Kenapa HDR?

Teknik foto HDR memiliki beberapa kelebihan. Karena foto tersebut adalah penggabungan dari foto-foto dengan eksposur yang berbeda maka foto HDR mampu mengeluarkan detail foto yang tidak mungkin didapatkan dengan teknik foto standar saja. Ini karena keterbatasan jangkauan dinamis sensor kamera kita.

Selain itu; jangkauan dinamis dari warna foto HDR pun unik dan berkarakter, karena mata kita seperti melihat sebuah karakter yang berbeda dari foto HDR. Ini dikarenakan perbedaan jangkauan dinamis mata kita bisa mencapai 11 level di atas sensor kamera standar. Ketika melihat foto HDR, mata kita seperti diajak melihat sesuatu yang berbeda.

Pada pengaturan tertentu, foto HDR bisa mengangkat tingkat ketajaman foto (sharpness) yang menurut saya mengagumkan. Saya sering terkagum-kagum dengan tingkat sharpness yang bisa dihasilkan foto HDR. Ini bisa mengantisipasi keterbatasan gear kualitas lensa saya yang standar dan pas-pasan ini. He..he.

Seperti genre foto yang lain, teknik foto HDR yang asli memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Karena foto harus diambil beberapa kali dengan tingkat eksposur yang berbeda. Walaupun ada teknik foto HDR yang dihasilkan dari postprocessing satu foto saja (JPEG atau RAW), atau yang disebut jenis PSEUDO HDR.

Foto HDR sekarang juga membutuhkan software khusus untuk mengelola efek HDR, misalnya Photomatix (http://www.hdrsoft.com/index.html). Adobe Photoshop sendiri, sudah memiliki fitur “merge to HDR” sejak dikeluarkannya Photoshop CS2.

Sebenarnya, untuk mengembalikan detail dan eksposur objek foto selain dengan teknik foto HDR dapat juga dilakukan dengan penggunaan filter tambahan pada saat pengambilan foto dan meningkatkan kualitas lensa yang dipakai, namun tetap tak dapat menghasilkan jangkauan dinamis  “sedalam” foto HDR. itulah uniknya foto-foto HDR.

TAK SEMUA foto layak HDR

Bagian ini sengaja saya taruh ini, sebelum saya berbagi tentang teknik HDR. Karena ada kesalahpahaman tentang foto HDR. Menurut saya – dan juga dari banyak sumber yang saya baca- tak semua foto cocok untuk efek HDR. Menurut saya, ini kesalahpahaman banyak pemula yang mencoba teknik foto HDR. Semua foto yang diambil dibuat menjadi gaya HDR (PSEUDO HDR tepatnya) yang kadang-kadang malah menghilangkan mood, dan pencahayaan. Foto kemudian jadi tak menarik. Bahkan menghilangkan cerita yang ingin digambarkan oleh foto tersebut. Menurut saya, ada foto yang bagus dan menarik dengan membiarkan foto tersebut apa adanya tanpa efek HDR.

Teknik HDR akan maksimal diterapkan untuk mengantisipasi kemampuan sensor kamera kita. Karena metering kamera hanya memilih antara menyelamatkan detil di area gelap (mengorbankan detil di area terang) atau sebaliknya.

Dengan memahami kelebihan dan kekurangan teknik foto HDR maka kita bisa belajar menentukan foto mana yang cocok untuk dengan teknik HDR dan mana yang tidak.

Dengan lebarnya kemungkinan jangkauan dinamis foto HDR, kita juga bisa leluasa menentukan karakter foto HDR kita. Dengan karakter khusus ini, teknik foto HDR cenderung dipakai untuk foto-foto outdoor, landscape, eksterior/interior, still atau portrait. Tapi pada prinsipnya semua objek foto – bahkan modeling pun – dapat menggunakan teknik foto HDR.

Membuat Foto HDR

Ok, cukup sudah ngobrol-ngobrol tentang HDR. Mari mulai mencoba membuat foto HDR. Kita butuh software seperti Photomatix untuk mengelola foto HDR. Atau kita juga dapat menggunakan fitur “merge to HDR” di Photoshop (File – Automate – Merge to HDR), jika sudah siap, mari kita mulai!

Membuat Foto HDR asli

Untuk pertama, saya akan berbagi teknik foto HDR asli. Artinya, foto dihasilkan dengan perbedaan eksposur pada saat pengambilan gambar oleh kamera, bukan lewat postprocessing pada software. Foto yang kita ambil minimal memiliki 2 (atau 3) perbedaan eksposur. 1 foto dengan eksposur standar, 1-nya lagi 1 stop di atas eksposur standar atau di bawah eksposur standar. Teknik ini disebut dengan “bracketing“.

Misalnya; kita mengambil 3 foto dengan perbedaan eksposur sebagai berikut; foto pertama diambil standar dengan shutter speed 1/80 dan f: 5. Foto kedua eksposur atas diambil dengan perbedaan eksposur 1 stop ke atas, jadi dengan speed 1/80 dan f: 6.3. Foto ketiga eksposur bawah diambil 1 stop dibawah foto standar, jadi diambil dengan speed 1/80 dan f: 4. Agar maksimal, gunakan tripod.

Pada Nikon D90; kamera yang saya pakai sekarang ada tombol khusus pada badan kamera untuk fungsi bracketing sehingga memudahkan pengambilan materi foto HDR.

Ketiga foto itu kemudian kita gabungkan lewat software HDR, misalnya photomatix atau photoshop. Photomatix memungkinkan kita mengatur efek HDR yang dihasilkan lewat settingan “instan” yang sudah ada pada software tersebut. Setelah diproses; voila!.. kita mendapatkan sebuah foto HDR asli.

Kekurangan teknik ini adalah kita sulit menghasilkan foto HDR dari objek yang bergerak. Untuk objek yang bergerak, bisa kita gunakan teknik PSEUDO HDR. Namun teknik ini menghasilkan foto dengan efek HDR yang kurang maksimal.

Membuat Foto PSEUDO HDR

Untuk teknik PSEUDO HDR caranya lebih mudah. Cukup dengan mengambil satu foto standar saja, kemudian foto lain yang berbeda eksposurnya dihasilkan dengan software seperti photoshop lewat pengaturan level, kurva, atau exsposure-nya. Setelah mendapatkan foto yang sama dengan perbedaan eksposur maka dapat digabungkan dengan software HDR. Cobalah utak atik lagi foto tersebut dengan filter dan efek sesuai selera. Jadilah foto PSEUDO HDR!

Pada software Photomatix sudah ada fitur yang secara “instan” membuat efek PSEUDO HDR dari 1 foto saja.  Kekurangan teknik ini, efek HDR tidak akan maksimal didapatkan. Tapi cukup kok untuk menghasilkan efek HDR.

RAW is The Best.

Menurut pengalaman saya, untuk foto-foto yang akan di buat HDR akan sangat baik jika diambil dengan kualitas RAW. Karena foto kualitas JPEG sudah mengalami kompresi dan kualitasnya akan jauh lebih buruk dari file RAW.

COBA Dengan Eksposure Ekstrim

Perbedaan eksposure foto yang mau diproses menjadi HDR juga tak terbatas hanya 3 stop eksposur saja. Cobalah dengan rasio 6 eksposur. Saya bahkan pernah membuat foto PSEUDO HDR dengan 11 stop perbedaan eksposur. Hasilnya memuaskan! Semuanya tergantung dari efek, karakter dan selera foto HDR kita. Tapi ingat, tak semua foto cocok untuk foto HDR. Ada foto yang tetap bagus jika dibiarkan apa adanya. Mari sama-sama belajar HDR. Selamat Mencoba.

Keceriaan Anak-Anak Bontang Kuala

Bontang Kuala, Bontang. Air pasang adalah hal yang paling ditunggu oleh oleh para penduduk di kawasan bontang kuala khususnya anak-anak di daerah tersebut, karena mereka dapat berenang dengan sangat puas. Senyum dan tawa mereka lah yang membuat saya senang untuk mengabadikan keceriaan mereka.